Senin, 02 November 2009

SIFAT BOLA BUMI, TENAGA, DAN PROSES GEOMORFIK
Pendahuluan
Setalah memahami pengertian, ruang lingkup, dan konsep dasar geomorfologi, serta bagaimana kaitannya
dengan ilmu-ilmu lain, maka pada Bab II ini, dibicarakan mengenai materi pokok bahasan yang berkenaan
dengan sifat bola bumi, tenaga, dan proses geomorfik (mencakup tenaga dan proses eksogen, endogen, dan
ekstraterrestrial) yang dapat merubah rupa bumi. Setelah membahas materi tersebut, mahasiswa diharapkan
dapat:
a. menjelaskan tentang sifat-sifat bola bumi dalam kaitannya dengan proses geomorfik;
b. menjelaskan serta menerangkan secara benar mengenai tenaga dan proses geomorfologi;
c. menjelaskan dengan benar mengenai tenaga dan proses dalam kaitannya dengan perubahan relief muka
bumi;
d. menjelaskan serta menyebutkan dan mengenali relief muka bumi dengan perubahannya jika ada;
e. menyebutkan dan menerangkan dengan baik tentang jenis dan proses pelapukan batuan, erosi, dan gerak
massa batuan yang dapat merubah relief muka bumi.
Agar dapat memahami materi dengan baik, mahasiswa disarankan untuk membaca materi perkuliahan ini secara
berulang. Kemudian untuk mengukur kemampuan diri sendiri dalam memahami materi ini, pada bagian akhir dari
bab ini disediakan soal-soal untuk dijawab. Jika sudah paham, maka akan dilanjutkan untuk mempelajari dan
memahami materi-materi yang disajikan dalam bab-bab berikutnya.
Sifat Bola Bumi
Bentuk bumi yang bulat, telah diperbincangkan sejak lama dengan berbagai bukti yang dikemukakan untuk
mendukung pernyataan bahwa bumi itu bentuknya bulat. Bukti tersebut seperti perjalanan kapal laut kitika masih
berada jauh dari pantai yang tampak hanya bagian atas kapal, namun semakin mendekati ke arah pantai yang
tampak pada bagian ke arah bawahnya. Sebenarnya bentuk bumi tersebut tidaklah bulat secara sempurna
seperti bola dengan panjang garis tengah yang sama, tetapi bentuk bumi tidaklah demikian, karena garis tengah
pada equator adalah 12.756 km sedangkan garis tengah antar kutub adalah 12.714 km (Alan & Arthur, 1992: 6).
Dengan demikian garis tengah pada eqoator lebih panjang 42 km dibaningkan dengan panjang garis tenga pada
jarak antara kutub. Dengan demikian bumi ini mengalami pemepatan pada bagian kutub. Bentuk seperti itu terjadi
sebagai akibat oleh hal-hal:
1. Rotasi bumi
2. Pengaruh gaya berat
3. Sifat dari dari materi pembentuk bumi itu sendiri.
Bentuk bumi yang memepat pada bagian kutub tersebut disebut dengan oblate ellipsoid or flattening of the poles
(Alan & Arthur, 1992: 6). Selain nama di atas disebut juga ellipsoid of rotation artinya sebagai hasil dari sebuah
elips yang diputar pada sumbu pendeknya. Namun, perbedan antara sumbu pendek dengan sumbu panjang
tersebut tidak besar sangat kecil. Oleh karena itu akan terkesan bahwa bumi tersebut seperti bola yang bulat
benar, sehingga sering kali disebut bola bumi. Hal lain yang berkenaan dengan permukaan globe yang halus
dan rata serta tidak dilakukan perbedaan penggambaran tingi rendahnya permukaan bumi di permukaan globe.
Mempunyai alasan bahwa perbedaan tinggi rendah permukaan bumi sangat kecil jika dibandingkan dengan jarijari
bumi yang panjangnya ± 6.350 km, sehingga jarak perbedaan tinggi rendah yang ada di permukaan bumi
pada permukaan globe tidaklah berarti.
Planet bumi mempunyai sifat fisis seperti gaya berat, kemagnetan, sifat karena bentuk bumi, elastisitas dan
dinamika bumi, dan sifat radioaktif, dan lain-lain. Dengan mengtahui sifat-sifat fisis bumi tersebut, dapat
mengungkapkan apa yang telah terjadi atau apa yang sedang terjadi di dalam bumi. Jadi, pengetahuan yang
berkaitan dengan sisfat fisis bumi ini dikaitkan dengan berbagai hal yang dapat berpengaruh baik secara
langsung maupun tidak langsung pada permukaan bumi. Gaya berat yang ada di permukaan bumi sangat
bervariasi, hal ini disebabkan karena bumi yang memiliki massa. Adapun variasi gaya berat diakibatkan oleh
beberapa hal seperti posisi lintang geografis (perubahan posisi bumi terhadap matahari dan bulan), jenis batuan,
topografi, dan lain-lain. Bentuk bumi yang seperti “bola” dan sifat-sifat lain yang telah dikemukakan di atas,
seperti bumi mengitari matahari (evolusi) dan berputar pada sumbunya (rotasi). Materi yang berkenaan dengan
evolusi dan rotasi, di sini tidak dibicarakan secara khusus dan hanya disinggung saja mengenai beberapa hal
yang berkaitan erat dengan Geomorfologi.
2.2. Tenaga dan Proses Geomorfologi
Permukaan bumi salalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu sebagai akibat dari tenaga dan proses
geomorfologi, baik yang berasal dari luar bumi (eksogen bersifat degradasi dan agradasi) maupun berasal dari
dalam dalam bumi (endogen mencakup diastrofisme dan vulkanisme). Dalam membicarakan perubahan muka
bumi yang bersifat degradasi (destruktif) dan agradasi (konstruktif), terlebih dahulu dikemukakan mengenai
pengertian mengenai tenaga dan proses geomorfologi. Tanaga geomorfologi merupakan kekuatan yang
menyebabkan permukaan bumi mengalami perubahan. Sedangkan proses geomorfologi yang maksud adalah
kelangsungan perubahan sebagai akibat dari tenaga geomorfologi. Guna mengetahui secara lebih jelas tentang
2
bagaimana tenaga dan proses geomorfologi tersebut, disajikan dalam bentuk bagan pada Gambar 2--1. Secara
garis besar, tenaga dan proses geomorfologi itu dapat dikelompokkan atas 3 golongan. Adapun mengenai
pengelompokan tersebut adalah terdapat pada bagan berikut (Sudarja dan Akub, 1977: 16).
Gambar 2 -1. Bagan tenaga dan proses geomorfologi
Tanaga eksogen, merupakan tenaga dari luar bumi, tenaga ini menimbulkan proses perubahan pada permukaan
bumi yang disebut proses eksogen atau proses epigen. Air yang mengalir di permukaan bumi, adanya angin yang
bertiup, gletser yang bergerak, adanya gelombang dan arus laut, penyinaran matahari, hujan, turunnya salju dan
sebagainya, merupakan kekuatan yang dapat menyebabkan terjadinya prose perubahan pada permukaan bumi.
Perubahan tersebut di satu sisi perubahan bersifat merusak dengan proses memperendah bagian-bagian
permukaan bumi (agradasi) dan di sisi lain bersifat membangun yaitu terjadi proses pengendapan (sedimentasi)
terhadap daerah-daerah yang rendah melalui proses pengangkutan terhadap material hasil pengerusakan,
sehingga sifatnya agradasi. Proses degradasi dan agradasi tersebut biasanya disebut dengan istilah denudasi
(denudation). Hanya saja pada istilah denudasi lebih dititik tekankan pada preoses perataan permukaan bumi
sebagai akibat dari proses perendahan terhadap permukaan bumi yang menonjol, dan tidak disertai dengan
penekanan pada daerah-daerah yang mengalami peninggian sebagai hasil dari proses penimbunan. Oleh karena
itu, akan digunakan istilah gradasi yang mencakup degradasi dan agradasi. Tenaga eksogen akan menyababkan
terjadinya proses degradasi dan agradasi. Proses degradasi terdiri dari pelapukan, erosi dan gerak massa batuan
(masswasting). Uraian secara terperinci tentang pelapukan, erosi, dan gerak massa batuan akan disajikan pada
bagian sub bab-sub bab dalam bab ini.
Perlu dikemukakan bahwa makhluk hidup, terutama manusia juga mempunyai andil dan peran terhadap
perubahan-perubahan bentuk permukaan bumi. Hubungannya dengan perubahan permukaan bumi sebagai
hasil dari aktivitas manusia, dikenal dengan perubahan bentuklahan bersifat antropogenis. Seperti adanya
reklamasi pantai, hasil penggalian dan perombakan, hasil penimbunan, dan sebagainya.Tenaga endogen berasal
dari bagian dalam bumi, yang menyebabkan terjadinya berubahan permukaan bumi. Hal ini dikenal dengan
sebutan diastrophism atau diastrofisma atau tektonik. Tenaga dan proses tektonik dapat dibagai lagi atas dua
bagian yakni epeirogenesis dan orogenesis. Epeirogenesis adalah tenaga yang mengarah tegak lurus (radial)
baik mengarah ke atas maupun ke bawah searah dengan radius bumi. Akibat dari padanya, permukaan bumi
makin mengalami pengangkatan atau penurunan. Tenaga ini meliputi pada daerah yang luas, meskipun tidak
seluas benua dan gerakannya lambat sehingga tidak mengakibatkan deformasi yang penting dalam waktu
singkat, namun itu bisa terjadi dalam waktu geologi (waktu yang sangat lama yaitu ribuan bahkan jutaan tahu).
Orogeneis disebebkan oleh adanya tenaga yang mengarah mendatar (tenaga tangensial), baik berupa tekanan
maupun tarikan. Lipatan-lipatan pada permukaan bumi yang berupa rangkaian pegunungan lipatan adalah
merupakan contoh-contoh dari hasil bekerjanya tenaga tersebut. Proses ini dinamakan orogenesis karena
berkaitan dengan pembentukan pegunungan. Cakupan daerah yang terbentuk relatif lebih sempit dan
berlangsungnya lebih singkat dibandingkan dengan epeirogenesis.
Di samping tektonik, terdapat pula proses yang berkaitan dengan proses penerobosan magma ke dalam lapisan
kulit bumi juga termasuk tenaga ga endogen, yang dapat menimbulkan perubahan permukaan bumi. Sebagai
contoh adalah pembentukan gunungapi sehingga disebut vulkanis dan pembentukan kubah selain hasil
pembentukan dari tenaga endogen yang lain seperti tektonik. Memang hasil bentukannya tidak seluas hasil yang
disebabkan oleh epeirogenesis. Tenaga dan proses ekstraterrestrial ini berkaitan dengan jatuhnya benda-benda
langit ke permukaan bumi berupa meteorit-meteorit. Jatuhnya benda-benda langit sampai ke permukaan bumi ini,
dapat menimbulkan perubahan pada permukaan bumi, sebagai contohnya adalah terjadinya kawah meteorit yang
terdapat di Arizona, Amerika Serika. Memang perubahan permukaan bumi sebagai akibat dari adanya proses
exstraterrestrial sangat sedikit dijumpai. Hal ini disebabkan karena sebelum benda-benda langit sampai ke
permukaan bumi sudah habis terbakar di atmosfir ketika benda tersebut bergesekan dengan atmosfir bumi. Dari
keterangan tentang tenaga dan proses yang telah diuraikan di atas, maka dapat di kemukakan bahwa, tenaga
dan proses eksogen serta extraterrestrial sifatnya merusak (destruktif), berbeda dengan tenaga dan proses
endogen yang sebagian besar sifatnya membangun (konstruktif) baik yang menghasilkan bentukan-bentukan
positif (pembentukan benua, pegunungan, lipatan, dan kubah), maupun bentukan-bentukan negatif seperti
terbentuknya cekungan-cekungan.
Tenaga
dan proses
geomorfologi
Tenaga &
proses
eksogen
Tenaga &
proses
endogen
Tenaga &
proses
Extraterrestrial
Degradasi
Agradasi
Diastrofisme
Vulkanisme
a. Pelapuka, b. Maswasting
c. Erosi
a. Epirogenesa, b. Orogenesa
3
Relief Muka Bumi
Dalam studi geomorfologi pada dasarnya menitik beratkan pada bentuklahan penyusun konfigurasi permukaan
bumi. Konfigurasi permukaan bumi merupakan cerminan dari interaksi dari proses endogen dan proses eksogen.
Konfigruasi permukaan bumi yang dibentuk oleh tenaga endogen merupakan unit geomorfologi yang bersifat
konstruktif yang dipengaruhi oleh faktor geologi dan topografi. Berbicara mengenai relief muka bumi, pada
dasarnya membicarakan mengenai bentuklahan yang ada tersebar di permukaan bumi berupa bentanglahan
(landscape). Dengan melihat bentanglahan yang sangat kompleks, maka perlu adanya suatu klasifikasi
bentuklahan, dengan tujuan menyederhanakan bentanglahan yang kompleks menjadi unit-unit sederhana
berdasarkan kesamaan dalam sifat dan perwatakannya. Dalam skala kecil kita lihat bumi sebagai suatu globe,
dimana relief di permukaan terdiri dari benua (daratan) dan ledok lautan, bentang relief ini dinamakan ”bentang
relief ordeI. Kemudian kita pandang tersebut pada benua tersusun atas berbagai relief yang berbeda
ketinggian disebut perbukitan atau pengunungan dan dataran. Dalam hal ini relief ini dinamakan “bentang
relief orde II ”. Bentang relief orde II merupakan hasil kerja tenaga endogen dan erupsi gunungapi. Dengan
demikian bentang relief yang terbentuk adalah bentanglahan initial yang bersifat “konstruksional”. Selanjutnya
bentang relief tersebut dirinci lagi, dimana relief yang terukir di permukaan dataran dan pegunungan mempunyai
kesamaan dalam hal:
· Proses yang menghasilkan bentuk seperti fluvial (air yang mengalir), gelombang dan arus, angin, es
(mencair), dan pelarutan.
· Kesamaan hasil kerja proses-proses tersebut seperti bentuk erosional, bentuk deposisional, dan bentuk sisa.
Dalam pada itu yang kita bicarakan adalah hal yang berkenaan dengan “bentang relief orde III”. Bentang relief
orde III merupakan hasil aktivitas tenaga dan proses geomorfologi yang berasal dari luar. Dalam kaitannya
dengan pembentukannya, maka berkenaan dengan bentuklahan yang bersifat destruksional. Untuk memperjelas
tentang perkembangan dan pembentukan relief permukaan bumi, disajikan dalan bagan berikut.
Pelapukan Batuan, Erosi, dan Gerak Massa Batuan
Pada bagian terdahulu telah dibahas mengenai tenaga dan proses geomorfologi, dimana proses dan tenaga
tersebut, sehingga terjadilah pelapukan batuan, erosi, dan gerakan massa batuan yang sekaligus terjadi
pembentukan tanah. Dalam membicarakan mengenai pelapukan batuan, erosi, dan gerak massa batuan atau
(mass movement/masswasting) akan disajikan secara satu persatu pada bagian berikut.
Pelapukan
Pelapukan (weathering) dari perkataan weather dalam bahasa Inggris yang berarti cuaca, sehingga pelapukan
batuan adalah proses yang berhubungan dengan perubahan sifat (fisis dan kimia) batuan di permukaan bumi
oleh pengaruh cuaca. Akibat dari proses ini pada batuan terjadi perubahan warna, misalnya kuning-coklat pada
bagian luar dari suatu bongkah batuan. Meskipun proses pelapukan ini berlangsung lambat, karena telah berjalan
BENUA /
DARATAN
LEDOK /
LAUTAN
PEGUNUNGAN DATARAN
BENTUK
EROSIONAL
BENTUK
DEPOSIONAL
BENTUK
RERSIDUAL
GLOBE/
BUMI
RELIEF ORDE I
RELIEF ORDE II
RELIEF ORDE II
Bentuklahan initial
Struktural
Endogen
Konstruksional
Bentuklahan sekuensial
Erosional, deposisional,residual
Eksogen
Destruksional
Gambar 2 - 2. Relief Permukaan Bumi (Suprapto, 1977: 30)
4
dalam jangka waktu yang sangat lama maka di beberapa tempat telah terjadi pelapukan sangat tebal. Ada juga
daerah-daerah yang hasil pelapukannya sangat tipis, bahkan tidak tampak sama sekali, hal ini terjadi sebagai
akibat dari pemindahan hasil pelapukan pada tempat yang bersangkutan ke tempat lain. Tanah yang kita kenal ini
adalah merupakan hasil pelapukan batuan. Ada empat faktor yang mempengaruhi proses pelapukan batuan di
permukaan bumi yaitu:
1. Struktur batuan.
2. Iklim.
3. Topografi.
4. Vegetasi penutup.
Guna memberikan penjelasan dari masing-masing faktor di atas, berikut ini akan disajikan penjelasan dari faktorfaktor
yang berpengaruh terhadap pelapukan secara satu persatu.Struktur batuan adalah segala sifat fisi dan
susunan kimia batuan yang bersangkutan yang menyebabkan batuan satu dengan yang lain dapat dibedakan.
Sebagai contoh bahwa batu gamping (limestone) mempunyai sifat fisis dan susunan kimia yang tidak sama
dengan batuan andesit ataupun dengan batuan basalt. Demikian juga pada batuan yang sifatnya kompak dan
pejal mempunyai daya tahaan terhadap cuaca dibandingkan dengan batuan yang berpori-pori.
Berdasarkan keterangan di atas, maka dapat di simpulkan bahwa di permukaan bumi ini memang terdapat
berbagai jenis batuan dengan struktur batuannya yang berbeda, sehingga proses pelapukan yang terjadi pada
masing-masing batuan juga berbeda, sebagai akibat dari adanya ketahanan terhadap pengaruh cuaca juga
berbeda (ada yang mudah lapuk dan ada yang sukar lapuk). Iklim dapat mempengaruhi proses pelapukan,
apakah proses berlangsung secara lambat atau cepat. Pada dasarnya, iklim yang panas dan lembab lebih cepat
melapukkan batuan dari pada tipe iklim yang lainnya. Di samping berpengaruh terhadap cepat atau lambatnya
proses pelapukan, juga berpengaruh terhadap jenis pelapukan yang berlangsung. Pelapukan kimia akan lebih
dominan berlangsung di daerah humid daripada daerah arid, demikian juga pelapukan fisis akan lebih dominan
berperan di daerah arid dari pada di daerah humid. Oleh karena itu dapat dikemukakan bahwa pada jenis batuan
yang sama, sifat fisi dan susunan kimia yang sama, akan mengalami perbedaan proses pelapukan yang berbeda
kecepatannya jika batuan tersebut ada pada kondisi dan pengaruh iklim yang berbeda.
Pengaruh topografi topografi terhadap pelapukan pada umumnya dalam bentuk tidak langsung. Makin curam
kemiringan lereng, semakin mudah hasil mpelapukan terangkut ke tempat lain, sehingga di tempat tersebut
hanya terdapat lapisan batuan yang terlapukan sangat sedikit/ tipis atau bahkan sama sekali tidak ada. Oleh
karena itu, batuan induk tidak tertutup atau hanya tertutup oleh hasil pelapukan yang tipis saja. Walupun hasil
pelapukan ditemukan sangat tipis, namun pelapukan terus berlangsung tanpa ada penghalang dalam arti
pengaruh cuaca pada daerah tersebut tetap berjalan. Lain halnya pada daerah yang mempunyai kemiringan
lereng kecil. Dimana hasil pelapukan relatif tetap tinggal di tempat terjadinya pelapukan karena proses
pengangkutan material hasil pelapukan sedikit bahkan mungkin tidak terjadi. Di samping pengaruhnya terhadap
pengangkutan hasil pelapukan, topografi juga mempengaruhi suhu, jenis dan jumlah curah hujan, tumbuhtumbuhan.
Kesemuanya secara tidak langsung mempengaruhi jenis pelapukan yang berlangsung beserta
kecepatannya.
Vegetasi atau tumbuh-tumbuhan mempunyai peran yang cukup besar terhadap proses pelapukan batuan. Hal ini
dapat terjadi karena:
a) Secara mekanis akar tumbuh-tumbuhan itu menembus batuan, bertambah panjang dan membesar
menyababkan batuan pecah.
b) Secara kimiawi tumbuh-tumbuhan melalui akarnya mengeluarkan zat-zat kimia yang dapat mempercepat
proses pelapukan batuan. Akar, batang, daun yang membusuk dapat pula membantu proses pelapukan,
karena pada bagian tumbuhan yang membusuk mengeluarkan zat kimia yang mungkin dapat membantu
menguraikan susunan kimia pada batuan.
Oleh karena itu, jenis dan jumlah tumbuhan yang ada di suatu daerah sangat besar pengaruhnya terhadap
pelapukan. Sebenarnya antara tumbuh-tumbuhan dan proses pelapukan terdapat hubungan yang timbal balik.
Tumbuh-tumbuhan dapat hidup secara baik pada media tanah dari batuan yang lapuk dan proses pelapukan
percepatannya dapat dibantu oleh adanya tumbuh-tumbuhan. Berbicara masalah pelapukan kiota harus
mengenal jenis pelapukan yang terjadi di permukaan bumi ini, untuk itu pada bagian berikut disajikan mengenai
jenis-jenis pelapukan. Pada dasarnya pelapukan jenisnya ada 2 yaitu:
1) Pelapukan fisis,
2) Pelapukan kimia.
Namun di samping kedua jenis pelapukan tersebut ada yang memasukan pelapukan jenis yang ketiga yaitu
pelapukan organis/biologis. Tetapi sebanarnya pelapukan biologis adalah merupakan pelapukan fisis dan
pelapukan kimia, hanya saja mekanik dan kimia yang timbul berasal dari makhluk hidup. Oleh sebab itu dalam
pembicaraan tentang pelapukan di sini hanya membahas dua jenis pelapukan, sedangkan jenis yang ke tiga itu
akan menjadi salah satu ilustrasi pelapukan yang dapat berlangsung secara mekanis dan berlangsung secara
kimiai. Penjelasan dan uraian mengenai pelepukan disajikan secara satu persatu pada bagian berikut.
Kaitannya dengan pembahasan tentang jenis pelapukan di atas dan untuk lebih memberikan ketegasan
pembagian dan klasifikasi pelapukan berikut ini disajikan mengenai klasifikasi pelapukan (weathering) tersebut
menurut Nagle dan Spencer (1997: 9) seperti dalam bagan pada Gambar 3.
5
Gambar 3. Klasifikasi Pelapukan/Weathering
Berdasarkan bagan di atas terlihat jelas bahwa pelapukan tersebut terbagi menjadi 2 bagian yaitu pelapukan
mekanik dan pelapukan kimia, sedangkan untuk pelapukan biologis bisa masuk ke dalam kedua jenis pelapukan
baik mekanik maupun kimia.
Pelapukan Fisis
Pelapukan fisis juga disebut dengan pelapukan mekanis adalah merupakan proses pelapukan batuan yang
menyebabkan suatu batuan mengalami penghancuran menjadi butir-butir atau pecahan-pecahan yang lebih kecil
tanpa mengalami peubahan sifat-sifat kimianya. Proses pelapukan mekanis dipengaruhi oleh berbagai faktor,
faktor-faktor yang memegang peranan penting adalah sebagai berikut:
1) Perubahan suhu
2) Kegiatan organisme
3) Koloid-koloid batuan/tanah yang saling tarik menarik
4) Pembentukan kristal-kristal es dalam celah batuan
5) Pemuaian akibat berkurangnya beban.
Perubahan suhu mempunyai hubungan dengan pembentukan kristal, hanya dalam hal ini tidak perlu mencapai
angka di bawah dan di atas titik beku air. Berlangsungnya perubahan suhu tersebut menyebabkan terjadinya
pemuaian dan pengkerutan kristal yang ada dalam batuan, karena dalam batuan terdapat berbagai jenis kristal
yang berlainan koefisien pemuaiannya. Apabila suhu naik, kristal-kristan tidak mengalami pemuaian secara
bersaman, demikian pula pada saat penurunan suhu, kristal yang menyusun batuan mengalami pengkerutan
tidak secara bersamaan. Adanya pemuaian dan pengkerutan secara bergantian dalam waktu yang relatif lama,
maka bagian permukaan batuan menjadi longgar, akhirnya retak-retak dan mengelupas. Pengelupasan
permukaan batuan seperti tersebut dinamakan exfoliasi massa. Dengan adanya peristiwa exfoliasi kristal-kristal
pembentuk batuan lepas satu sama lainnya, maka peristiwa ini disebut dengan exfoliasi butir atau disintegrasi
butir yang sering dikenal dengan nama penghancuran. Demikianlah faktor perubahan suhu berpengaruh
terhadap proses pelapukan.
Contoh pelapukan fisik terhadap batuan, dapat dilihat dalam Gambar 2 - 4 berikut ini.
MECHANICAL/PHYSICAL WEATHERING
There are four main types of mechanical
weathering: freeze-thaw (ice crystal
growth),) salt crystal grouwth, disin-tegration,
and pressure release.
Weathering is the decomposition and disintegration of rocks in situ. Decomposition refers to the
chemical process and creates altered rock sub-stances whereas disintegration or mechanical
weathering produce smaller, angular fragments of the same rock. Weathering is important for
landscape evoluation as it breaks dowon rock and facilitates erosion and transport.
WEATHERING
CHEMICAL WEATHERING
There are four main types of chemical
weathering: carbonation-solution,
hydrolysis, hydration, and oxidation.
Gambar 4.
Hasil pelapukan fisik
terhadap batuan (Allan
& Nicholas, 1982 : 180)
6
Faktor organisme memberikan andil terhadap proses pelapukan fisis, walaupun tidak sebesar faktor yang lain.
Seperti adanya pertumbuhan akar yang bertambah besar dan panjang pada celah-celah batuan dan mendesak
celah, sehingga celah menjadi bertambah besar/lebar yang akhirnya batuan mengalami pecah-pecah atau retakretak.
Peristiwa tersebut termasuk kedalam pelapukan mekanik. Sedangkan pengerjaan pelapukan yang dipicu
oleh adanya sisa-sisa tumbuhan, organisme lain yang mengeluarkan enzim atau zat kimia lain yang dapat
menyebabkan reaksi kimia dalam batuan dan mengakibatkan hancurnya batuan termasuk ke dalam pelapukan
kimia. Banyak lagi kegiatan organisme lain yang menyebabkan percepatan pelapukan batuan seperti cacing
tanah, semut, kepiting, rayap, dan sebagainya. Manusia sebagai organisme juga menjadi faktor yang tidak dapat
diabaikan, bahkan dalam waktu yang relatif singkat dapat merubah permukaan bumi dengan menghancurkan
batuan-batuannya dengan menggunakan teknologi yang terkadang tidak ramah lingkungan. Khusus mengenai
pelapukan/penghancuran batuan karena ulah manusia disebut dengan penghancuran secara antropogenis.
Koloid-koloid batuan/tanah adalah merupakan butiran yang sangat halus dan keadaannya tidak homogen,
terletak dan tergabung pada zat cair yang terletak di antara butir yang lebih besar. Koloid-koloid yang tidak
homogen ini melakukan saling tarik menarik pada bagian-bagian kecil dari batuan yang berdampingan dengan
koloid tersebut, hingga bagian-bagian kecil itu terlepas dari induknya. Pembentukan kristal-kristal es dalam celah
batuan adalah terjadi di daerah dengan iklim kontinen (iklim darat), dimana suhun pada malam hari jauh di bawah
titik beku dan pada siang hari berada di atas titik beku. Pada saat suhu di bawah titik beku terjadi pembentukan
kristal air (air membeku) dan pada saat susuh berada di atas titik beku terjadi pencairan kembali demikian
seterusnya, akibatnya terdapat tekanan yang berubah-ubah, pada sata terjadi pembekuan tekan lebih besar
jika dibandingkan tekanan pada saat pencairan. Dalam hal ini kristal-kristal es berlaku sebagai pasak atau baji
yang membelah/menekan batuan serta berlangsung berulang kali, sehingga batuan akan menjadi retakretak/
pecah-pecah. Di samping terjadi pembentukan kristal es juga terjadi kristal garam yang dapat menimbulkan
pelapukan fisis. Dalam cekungan-cekungan oasis di gurun-gurun, penguapan berlangsung dengan kuat. Garamgaram
yang larut ditinggalkan, sehingga terjadilah konsentasi garam-garaman yang menyebabkan terjadinya
danau-danau yang berkadar garam tinggi. Pada saat air mengering, tinggalah kristal-kristal garam itu pada dasar
danau. Setelah itu kristal-kristal tertimbun oleh lapisan-lapisan batuan , pasir, dan tanah terkadang labisannya
cukup tebal. Garam-garaman mempunyai beberapa sifat yaitu:
1. Berat jenisnya lebih kecil dari batuan di sekilingnya
2. Kalau mendapat tekanan yang kuat bersifat lentur/plastis
3. Menyerap air yang menyebabkan volumenya bertambah
Karena adanya sifat seperti tersebut, lapisan garam-garaman naik ke atas dengan mendorong lapisan yang ada
di atasnya, sehingga lapisan yang ada di atasnya menjadi cembung ke atas dan oleh desakan ini batuan tadi
mengalami retak-retak yang besar kemungkinannya untuk menjadi lapuk. Di samping garam-garaman tersebut
membantu dalam proses pelapukan fisis juga membantu proses pelapukan kimia, karena air yang mengandung
garam menyebabkan batuan lain menjadi lapuk secara kimiawi. Secara rinci mengenai pelapukan kimia diuraikan
pada bagian tersendiri. Pemuaian akibat berkurangnya beban terjadi pada batuan yang semula tertimbun di
dalam lapisan kulit bumi oleh batuan lain. Batuan yang menimbun sedikit demi sedikit berkurang sebagai akibat
dari erosi dan sebagainya, sehingga beban atau tekanan yang menimpa batuan juga berkurang. Dengan
berkurangnya tekan terjadi pemuaian, pemuaian batuan mengimbulkan retakan-retakan yang maikn lama makin
melebar, sehingga memungkinkan pecah-pecah. Sebagai contoh granit (sejenis batuan beku dalam) yang
mempunyai struktur berlapis.
Pelapukan Kimia
Pelapukan kimia menghasilkan perubahan zat dari mineral-mineral pembantuk batuan. Adanya zat-zat kimia
yang terdapat dalam batuan tersebut nampaknya memegang peranan penting dari pada pelapukan fisis. Karbondioksida
dan air, adalah faktor yang penting dan aktif untuk menghancurkan atau melapukkan suatu batuan atau
pelikan yang banyak mengandung besi, magnesium, kalsium, natrium ataupun kalium. Unsur-unsur tersebut
dapat dilarutkan atau diuraiakan menjadi pelikan sekunder. Berbicara mengenai pelapukan kimia, perlu
mengetahui beberapa proses yang termasuk ke dalam pelapukan kimia. Adapun proses-tersebut adalah:
1. Hidrasi
2. Hidrolisa
3. Oksidasi
4. Karbonasi
Hidrasi
Hidarasi berarti adsorpsi air, ardsorpsi air adalah penarikan air oleh sesuatu zat, tetapi tidak terus
masuk ke dalam zat tersebut, melainkan hanya di permukaan saja. Berbeda dengan absorpsi dimana
meresapkan zat yang tertangkap itu ke dalam seluruh zat penangkap. Proses ini dapat terjadi terjadi misalnya
pada perubahan gips ke dalam anhidrit akibat adsorpsi air yang dilukiskan dengan persenyawaan kimia berikut:
CaSO4 + 2H2O CaSO42H2O
7
Hidrolisa
Hidrolisa adalah reaksi senyawa air dengan senyawa lain yang menyebabkan senyawa bersangkutan terurai
menjadi basa dan asam serta terlepas dari struktur mineral. Contoh hidrolisa adalah seperti berikut:
K Al Si3O8 + HOH H Al Si3O8 - KOH
Ortoklas air asam basa
(padat) (cair) (larutan) (larutan)
K Al Si3O8 = ortoklas
KOH = hidroksil
H Al Si3O8 , ini mengalami perubahan lebih lanjut sampai membentuk mineral liat
Oksidasi
Oksidasi merupakan persenyawaan dengan oksigen, peningkatan martabat kimia atau penyingkiran hidrogen.
Unsur tereduksi dioksidasikan oleh O2 atmosfir yang memerlukan kehadiran H2O. Pengaruh oksidasi tampak
jelas pada batuan yang mengandung besi. Perubahan warna akibat oksidasi dapat mudah diamati. Salah satu
reaksinya dapat digambarkan dalam persamaan berikut.
4FeO + 3H2O + O2 2FeO3 3H2O
Warna coklat pada batuan itu menunjukkan hasil oksidasi batuan yang mengandung besi
Karbonasi
Gas asam arang (CO2) bekerja sebagai faktor pelapuk yang terpenting, air yang mengandung asam arang
mempunyai daya melapukkan yang kuat. Gas asam arang dalam air itu diperoleh dari udara atau dari sisa
tumbuh-tumbuhan. Batuan yang paling mudah lapuk oleh proses karbonasi adalah batu gamping seperti dalam
persamaan berikut:
CaCO3 + H2O + CO2 Ca (HCO3)2
CaCO3 : calsite
CaCO2 : Cacium bicarbonate
Cacium bicarbonate itu mudah larut dalam air, dengan demikian air yang mengandung CO2 lebih mudah
melarutkan Cacium bicarbonate (CaCO3) dari pada yang tidak mengandung C02. Berdasarkan pada keterangan
yang telah diuraikan di atas, dan contoh-contoh yang disajikan, dapat disimpulkan bahwa pelapukan mekanis
tidak dapat terlepas dari pelapukan kimia Tumbuh-tumbuhan dan hewan dalam kedua pelapukan tersebut.
Dilihat dari segi morfologi, peranan pelapukan batuan itu dapat disimpulkan sebagai berikut:
1) sebagai suatu proses dalam pembentukan tanah, yang lebih jauh membawa perubahan-perubahan bentuk
permukaan bumi.
2) Sebagai titik tolak untuk terjadinya erosi dan gerakan massa batuan di satu pihak dan sedimentasi di pihak
lain. Semua proses itu meninggalkan atau menghasilkan bentukan-bentukan yang khas di permukaan bumi.
3) Sebagai salah satu faktor dalam perendahan umum dari permukaan bumi. Hal ini jelas bahwa dalam
pelapukan serta perendahan daerah yang terdiri dari batu gampung (limestone), dolomit atau gips. Hasil
pelapukan terutama hasil pelarutan, langsung diangkut secara berangsur-angsur sehingga daerah tersebut
mengalami perendahan.
Dalam proses pelapukan dan pembentukan serta perubahan tanah, ada lima faktor yang memegang peranan
penting, yaitu:
1) Iklim, terutama suhu dan jumlah curah hujan
2) Topografi yang mempengaruhi pengaliran
3) Organisme yaitu berupa organisme dalam tanah ataupun tumbuh-tumbuhan yang ada di atasnya.
4) Batuan induk, mempunyai peran yang penting, karena batuan induk mempunyai susunan kimia dan sifat-sifat
fisis yang berlainan. Keadaan seperti itu menentukan resisten tidaknya terhadap pelapukan.
5) Waktu, menentukan lama atau tidaknya proses pelapukan. Pelapukan yang terjadi pada waktu yang lebih
lama. Pelapukan yang telah terjadi dalam waktu yang lebih lama menunjukkan pelapukan semakin sempurna
dan intensif.
Pada garis besarnya, dilihat dari segi tempat batuan asalnya, ada tanah yang dilapukkan dari batuan induk
setempat (residual soli) dengan profil tanahnya tampak lebih jelas yang ditandai oleh adanya lapisan-lapisan
yang berbeda derajat pelapukannya. Sedangkan tanah yang dihasilkan dari batuan di tempat lain yang telah
mengalami pengangkutan (transported soil) biasanya perlapisannya dibedakan bukan karena perbedaan
pelapukan, tetapi mungkin material yang berbeda, sebagai akibat dari hasil pengendapan terhadap material yang
berasal dari tempat yang berbeda dengan batuan induk yang berbeda pula.
8
Erosi
Erosi merupakan istilah yang digunakan untuk menyebutkan setiap pelepasan dan pemindahan butir-butir batuan
secara alami dari satu tempat ke tempat lain oleh tenaga pengangkut di atas permukaan bumi. Oleh karena itu
tenaga pengangkut pada suatu ketika memperlambat gerakannya atau berhenti sama sekali, sehingga proses
pengangkutan terhadap butir-butir batuan tidak lagi terjadi yang kemudian diendapkan. Untuk dapat terjadinya
pemindahan, terlebih dahulu batuan harus mengalami pelapukan. Pelapukan, erosi dan sedimentasi merupakan
rangkaian yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Ada lima pelaku utama utntuk terjadinya proses erosi,
yaitu:
1) Air mengalir
2) Gelombang dan arus laut
3) Air tanah
4) Gletsyer, merupakan massa es yang bergerak secara perlahan-lahan di daerah yang beriklim dingin (dekat
kutub atau daerah-daerah dengan puncak-puncak yang tinggi di daerah tropik)
5) Angin
Setiap proses erosi merupakan gabungan dari beberapa subproses, yaitu dimulai dengan pengambilan hasil
pelapukan yang terangkut juga sebagai alat pengikis. Butir-butiran batuan secara bersama-sama dalam
pengangkutan, saling bersinggungan dan saling bergesekan satu sama lain. Cara pengangkutan terhadap bahan
terjadi berbda-beda: ada yang terapung di permukaan, digulingkan, digeser dan sebagainya. Untuk itu, dalam
memperjelas bagaimana hubungan dari antar proses disajikan dalam Tabel 1 berikut.
Penjelasan terhadap sitilah-istilah yang ada dalam Tabel 1, dapat jelaskan sebagai berikut:
Hydraulic action atau fluviraption adalah pengambilan bahan lepas oleh air mengalir, oleh gelombang dan arus
laut. Kalau pengambilan itu dilakukan oleh angin dinamakan deflation (deflasi), sedangkan kalau
dilakukan oleh gletser dinamakan scouring. Dengan sendirinya air tanah tidak mengambil bahan lepas.
Tabel 1. Hubungan Pelaku Erosi, Proses Erosi
Pelaku
erosi
Proses pengambilan
bahanbahan
lepas
Proses pengikisan
oleh bahan yang
diangkut
Proses saling mengikis
antara bahan
yang diangkut
Cara pengang-kutan
Air mengalir Hydrolic action
atau fluviraption
Corrasion atau
abrasion dan
corrosion
Attrition Flotation, Solution
Suspension, Salta-tion,
Traction
Gelombang
dan arus
laut/ danau
Hydrolic action Corrasion atau
abrasion dan
corrosion
Attrition Flotation,Solution
Suspension
Saltation, Traction
Air tanah - corrosion -- Solution
Angin Deflation Corrasion dan
abrasion
Attrition Suspension
Saltation, Traction
Gletser Scouring
Plucking
Corrasion/ abrasion
dan gouging
Attrition Suspension
Traction
Sumber: Adiwikarta & Akub, 1977
Plucking adalah lepasnya batuan oleh gletser akibat dari pembekuan pada celah-celah batuan yang dilampaui
gletser, sedangkan sapping sama dengan plucking, tetapiditujukan kepada dasar lembah.
Corrasion (korasi) atau abrasion (abrasi) adalah lepasnya butiran-butiran batuan dari batuan induknya
disebabkan oleh tumbukan atau gesekan batuan lain yang sedang dalam pengangkutan.
Corrosion (korosi) adalah lepasanya butiran-butiran batuan oleh proses pelarutan. Mudah dipahami bawa angin
tidak dapat melarutkan.
Gouging adalah pembuatan cekungan pada permukaan batuan oleh pengerjaan gletser.
Attrition (atrisi) adalah peristiwa saling bergesekan dan saling bertumbukan antara butiran-butiran batuan yang
bersama-sama dalam pengangkutan, sehingga butiran-butiran itu makin lama makin kecil.
Flotation adalah cara pengangkutan diatas permukaan tenaga pengangkutnya (terapung). Dari kelima pelaku
erosi hanya air mengalir (sungai) dan air laut/danaulah yang dapat mengangkut dengan cara ini.
Solution (larutan) berarti benda yang diangkut itu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tenaga/zat
pengangkut. Cara ini berlaku untuk butiran-butiran yang halus ringan, seperti abu di dalam udara atau lanau
dalam air. Cara ini disebabkan oleh turbulensi dari tenaga pengangkut.
Saltation berarti cara pengangkutan yang menyebabkan bahan yang pengangkut itu melompat-lompat pada
dasar tempat tenaga pengangkut bergerak.
Traction adalah cara pengangkutan dengan jalan digulingkan/digelun-dungkan atau digeser0geser pada dasar
tempat tenagan peng-angkut bergerak.
Kecepatan erosi di suatau daerah dapat berlain-lainan, tergantung kepada iklim, relif, vegetasi penutup, jenis dan
sifat batuan/tanah, aliran permukaan dan tindakan manusia. Biasanya orang yang mengukur tebal lapisan yang
hilang (erosi) dalam suatu satuan waktu, berat batuan yang hilang persatuan luas persatuan waktu. Berikut ini
disajikan bagaimana kaitannya jenis tumbuhan, aliran permukaan dan jumlah erosi seperti dalam Tabel 2. Erosi
yang berjalan dengan cepat menimbulkan berbagai masalah dan kerugian, antara lain berupa tertimbunnya lahan
9
pertanian dan banjir sebagai akibat dari saluran-saluran sungai terisi oleh sedimentasi, hilangnya lapisan tanah
yang subur pada bagian atas. Dilain pihak, di muara-muara sungai terbentuk delta-delta ysng menambah
luasnya daratan.
Tabel 2. Jenis Tanah, Jenis Tumbuhan, Aliran Permukaan, dan Besar Erosi
No Jenis tanah Jenis tumbuhan
Aliran permuka-an
(% terhadap CH)
Erosi
(ton/ha/th)
1 Podsolik merah kuning
(lereng 15%)
Alang-alang 3,3 0,7
Alang-alang +semak 0,5 0.7
Albazia +semak campuran 5,8 0,7
Alabazia tanpa semak (umur 3 th) 71,4 79,8
2 Latosol (lereng 35%) Rumput utuh 4.4 0,2
Rumput diinjajk-injak 17,2 1,0
Fiscus allastica 21,2 43,1
Fiscus allastica + semak-semak 2,0 0
3 Regosol (lereng 30%,
19%, 30%, 21%)
Alag-alang, jagung, kacang tanah 11,9 345,0
Alag-alang + gelagah 5,0 3,5
Semak lantana 2,1 5,1
Alang-alang dibakar 1 x 5,0 7,3
Sumber: Arsyad (1989)
Dengan terbentuknya bahan galian skunder, akibat yang merugikan lebih banyak dibandingkan dengan dan
kentungan yang ditimbulkan erosi. Kerugian yang ditimbulkan berdampak langsung sedangkan keuntungannya
baru dapat dirasakan manfaatnya setelah beberapa generasi. Oleh karena itu usaha pencegahan terhadap erosi
selalu dilakukan dimana-mana, terutama pada daerah-daerah yang mempunyai potensi untuk terjadi erosi.
Erosi dikenal bermacam-macam seperti :
1. Erosi lembar (Sheet erosion) erosi permukaan adalah perendahan lapisan tanah teratas yang tipis dan
merata.
2. Erosi parit (Gully erosion) erosi yang menyebabkan terbentuknya parit-parit, sehingga lebih hebat dari erosi
lembar.
3. Erosi mudik (Headward erosion) yaitu erosi yang menyebabkan suatu lembah sungai diperpanjang ke arah
hulu.
4. Erosi vertikal (Vertical erosion) adalah erosi yang mengarah ke bawah (tegak), menyebabkan lembah
bertambah dalam.
5. Erosi lateral (Lateral erosion) adalah erosi yang sifatnya mendatar menyebabkan suatu lembah bertambah
lebar atau suatu sungai bergeser ke arah samping.
Gerak Massa Batuan
Gerak massa batuan sering kali disebut Masswasting ialah pemindahan massa batuan oleh karena gaya
beratnya sendiri. Ada yang menganggap masswasting itu sebagai bagian dari pada erosi dan ada yang, tetapi
ada pulah yang memisahkannya. Hal ini mudah difahami karena memang sukar untuk dipisahkan secara tegas,
karena dalam erosi juga gaya berat batuan itu turut bekerja. Seperti telah dikemukakan pada bagian terdahulu
bahwa pada daerah dengan lereng curam proses erosi lebih cepat dibandingkan dengan lereng yang landai.
Demikian pula dengan gerak massa batuan, air memegang peranan sebagai pembantu. Pada batuan yang
mengandung air, gerakan massa batuan itu lebih lancar dari pada batuan yang kering. Perbedaannya ialah
bahwa pada masswasting, air hanya berjumlah sedikit dan fungsinya bukan sebagai pengkut, melalinkan hanya
sekedar membantu memperlancar gerakan saja. Sedang dalam erosi diperlukan adanya tenaga pengangkut.
Gerakan massa batuan pada dasarnya disebabkan oleh adanya gayaberat/gravitasi atau gaya tarik bumi.
Sharpe dalam Sudarja & Akub (1977: 33), membedakan pemindahan oleh gaya berat itu menurut gerakannya
dan keadaan batuan yang dipindahkan. Oleh karena itu masswasting dibagi atas empat kelompok:
a. Pemindahan lambat
b. Pemindahan cepat
c. Lahan longsor (landslide)
d. Lahan ambles (subsidence)
Pemindahan lambat.
Pemindahan lambat meliputi rayapan dan solifluksi. Rayapan (creep) adalah pemindahan massa batuan yang
lambat hingga tidak mudah diamati. Menurut bahan yang dipindahkan dan cara pemindahannya masih dapat
diklasifikasikan lagi menjadi:
a) Rayapan tanah (soil creep): tanah banyak terdapat, terutama pada daerah-daerah yang miring melandai.
Akibat dari adanya rayapan ini tidak jelas hanya saja pada tiang lepon, tiang listrik, pohon-pohon menjadi
miring/agak miring. Lahan seperti ini tidak baik untuk dijadikan lahan persawahan ataupun untuk
permukiman.
10
b) Rayapan puing hasil rombakan batuan (talus creep), rayapan puing hasil rombakan batuan (talus creep),
pada prinsipnya sama dengan soil creep, hanya bahannya saja yang berbeda. Gejala ini banyak terjadi
pada daerah-daerah yang mengalami pergantian antara pembekuan dan pencairan kembali.
c) Rayapan batu (rock creep): Apabila bahan-bahan yang bergerak berupa bongkah-bongkah besar dengan
gerakannya yang perlahan-lahan.
d) Rayapan lawina batuan (rock glacier creep)
Dilihat dari segi bahannya sama dengan rock creep. Perbedaannya adalah bahwa pada rayapan lawina
batuan tampak seperti anak-anak sungai (bercabang-cabang yang menggerakan massa batuan tersebut
menuruni lereng).
Di samping tersebut di atas ada pula istilah yang dinamakan solifluksi yaitu pengaliran massa batuan yang jenuh
akan air. Hal ini terjadi terutama di daerah dingin (daerah lintang tinggi dan di pegunungan tinggi). Oleh karena
itu jelaslah bahwa dalam proses ini terdapat kadar air yang tinggi, namun demikian air dalam hal ini tidak menjadi
faktor pengangkut. Ada beberapa faktor yang mendorong untuk terjadinya solifluksi, yaitu:
· Proses pelapukan berlangsung cepat
· Adanya persediaan air yang cukup, biasanya dari pencairan salju
· Adanya lereng yang curam dan tidak bervegetasi
Pemindahan Cepat.
Pemindahan cepat ini disebabkan oleh adanya kadar air yang lebih tinggi, sehingga batuan/tanah yang bergerak
itu jenuh. Oleh karena itu, diperoleh kesan bahwa batuan itu mengalir. Pemindahan secara cepat ini meliputi:
· Aliran tanah (Earth flow)
· Aliran lumpur (Mud flow)
· Lawina hasil rombakan (Debris avalanche)
Tanah mengalir adalah merupakan gerakan tanah yang jenuh dengan air pada lereng yang landai. Pada awalnya
didahului oleh adanya celahan yang dangkal sebagai akibat adanya massa batuan yang bergerak, sedangkan
pada ujung bawah terdapat bukit-bukit desakan yang rendah, terjadi karena desakan massa batuan yang
bergerak. Lumpur mengalir memperlihatkan persamaan dengan tanah yang mengalir dalam hal mengalir dan
gerakannya hanya ada perbedaan antara keduanya, yaitu dalam hal:
· Lumpur mengalir mengukuti lembah sedang pada aliran tanah tidak
· Kadar air pada aliran lumpur lebih tinggi.
· Lumpur mengalir lebih cepat dari pada aliran tanah
· Lumpur mengalir khas bagi daerah arid, sedangkan tanah mengalir khas terjadi di daerah humid.
Ada beberpa hal yang mendorong terjadinya pengaliran lumpur, yaitu:
· Tersedianya bahan yang gembur
· Lereng curam
· Tersedia cukup banyak air, tetapi persediaannya terputus-putus (kadang-kadang banyak , kadang-kadang
tidak ada sama sekali)
· Tumbuh-tumbuhan (vegetasi) jarang. Lawina hasil rombakan (debris avalanche), terdapat di daerah humid,
bentuknya menyerupai lawina salju. Bandingkan dengan lawina batuan yang telah diuraikan di atas.
Lahan longsor (landslide)
Tanah longsor, gerakannya cepat dan terjadi pada massa batuan yang relatif kering. Landslide iti terdiri dari atas:
1. Tanah nedat (slumping)
2. Longsornya bahan rombakan (debris slide)
3. Jatuhnya bahan rombakan (debris fall)
4. Longsornya massa batuan berbongkah (rock slide)
5. Jatuhnya massa batuan berbongkah (rock fall)
Tanah nedat (slumping) adalah merupakan gerakan massa tanah atau batuan secara terputus-putus dan hanya
menempuh jarak dengan memperlihatkan gerak berputar ke belakang, hingga tampak pada permukaannya
seperti yang disesar naikan. Seringkali tanah nedat itu merupakan suatu rangkaian, sehingga tampak berterasteras
kecil. Penyebab slumping yang terpenting adalah pengirisan di bawah lereng oleh sungai, gelombang atau
secara antropogenis. Debris slide merupakan lahan longsor yang biasa, tidak terjadi gerakan ke belakang
melainkan batuan itu berguling-guling atau meluncur ke bawah. Kadar airnya rendah. Jika kadar airnya tinggi
akan terjadi debris avalanhce. Kalau lereng tempat bahan bahan rombakan itu bergerak sangat curam, maka
gerak bahan rombakan bongkah batuan bukan meluncur tetapi jatuh. Dengan demikian gejala iti tidak dinamakan
lahan longsor, melainkan dinamakan jauhan bahan rombakan (debris fall). Apabila lereng tgak lurus, maka yang
terjadi adalah rock fall.
11
Lahan ambles (subsidence)
Gerakan massa batuan tipe ini adalah ke bawah tanpa disertai gerakan mendatar. Hal ini dapat terjadi apabila
atap goa bawah tanah runtuh, ketika tidak kuat menahan lapisan batuan yang ada di bagian atas goa.
Subsidence juga bisa terjadi karena adanya tenaga tektonik yang dapat menimbulkan patahan pada kulit,
sehingga terjadi patahan. Patahan tersebut ambles ke bawah dapat berupa slenk.
Gambar 2 - 3. Batuan ambles karena patahan
Pada halaman berikut disajikan beberapa gambar yang berkenaan dengan gerakan massa batuan (mass
movements) seperti flow, slide, falls, slumps, dan avalanche seperti tampak pada Gambar 4, 5, 6, 7, dan 8 pada
halaman berikut.
Gambar .5. Flows/gerakan aliran
(Nagle & Spencer, 1997: 14)
Gambar 2 - 8. Tanah nedat/slumping
(Nagle & Spencer, 1997: 15)
Gambar 2 - 9.
Avalanche Slumps
(Nagle & Spencer,
1997: 15)
Gambar 2.6. Longsoran lahan (
Nagle & Spencer, 1997: 14)
Gambar 2 - 7. Jatuhnya bahan rombakan (Nagle
& Spencer, 1997: 15)
12
Ringkasan
Bentuk bumi yang bulat, telah diperbincangkan sejak lama dengan berbagai bukti yang dikemukakan untuk
mendukung pernyataan bahwa bumi itu bentuknya bulat. Bukti tersebut seperti perjalanan kapal laut kitika masih
berada jauh dari pantai yang tampak hanya bagian atas kapal, namun semakin mendekati ke arah pantai yang
tampak pada bagian ke arah bawahnya. Bentuk bumi tersebut tidaklah bulat secara sempurna seperti bola
dengan panjang garis tengah yang sama, tetapi bentuknya memepat pada bagian kutub garis tengah pada
equator lebih panjang Bentuk seperti itu terjadi sebagai akibat oleh rotasi bumi, pengaruh gaya berat, dan sifat
dari dari materi pembentuk bumi itu sendiri. Sehingga bentuk bumi yang memepat pada bagian kutub tersebut
disebut dengan oblate ellipsoid or flattening of the poles. Tenaga dan Proses Geomorfologi terdiri dari tanaga
eksogen, Tenaga eksogen akan menyababkan terjadinya proses degradasi dan agradasi. Proses degradasi
terdiri dari pelapukan, erosi dan gerak massa batuan (masswasting). Perlu dikemukakan bahwa makhluk hidup,
terutama manusia juga mempunyai andil dan peran terhadap perubahan-perubahan bentuk permukaan bumi.
Hubungannya dengan perubahan permukaan bumi sebagai hasil dari aktivitas manusia, dikenal dengan
perubahan bentuklahan bersifat antropogenis. Seperti adanya reklamasi pantai, hasil penggalian dan
perombakan, hasil penimbunan, dan sebagainya. Tenaga endogen berasal dari bagian dalam bumi, yang
menyebabkan terjadinya berubahan permukaan bumi. Hal ini dikenal dengan sebutan diastrophism atau
diastrofisma atau tektonik. Tenaga dan proses tektonik dapat dibagai lagi atas dua bagian yakni epeirogenesis
dan orogenesis. Kesmua proses tersebut mempunyai peran utama dalam perubahan relief muka bumi; dan
untuk mengenali bentukan di lapangan perlu cukup sulit, sehingga perlulatihan yang berulang-ulang. Karena di
lapangan batuannya sudah mengalami proses geomorfik seperti proses pelapukan batuan, erosi, dan gerak
Gambar 2 - 10.
Menunjukkan terjadinya lahan longsor yang
ditan-dai oleh pepohonan tum-buh dengan
melengkung (Allan & Nicholas, 1982 : 200)
Gambar 2 - 11.
Menunjukkan terjadinya lahan
longsor berupa talus, slide,
dan slumping. (Allan &
Nicholas, 1982 : 200)
13
massa batuan yang dapat merubah relief muka bumi. Oleh karena itu proses geomorfi adalah dapat dikatakan
sebagai suatu proses dalam pembentukan tanah, yang lebih jauh membawa perubahan-perubahan bentuk
permukaan bumi. Sebagai titik tolak untuk terjadinya erosi dan gerakan massa batuan di satu pihak dan
sedimentasi di pihak lain. Semua proses itu meninggalkan atau menghasilkan bentukan-bentukan yang khas di
permukaan bumi. Sebagai salah satu faktor dalam perendahan umum dari permukaan bumi. Hal ini jelas bahwa
dalam pelapukan serta perendahan daerah yang terdiri dari batu gampung (limestone), dolomit atau gips. Hasil
pelapukan terutama hasil pelarutan, langsung diangkut secara berangsur-angsur sehingga daerah tersebut
mengalami perendahan.
Pertanyaan dan tugas
Jelaskan bagaimana pendapat anda tentang bentuk bumi ini, mengapa demikian , serta bagaimana pengaruhnya
terhadap relief muka bumi?
1. Apa yang dimaksud dengan tenaga dan proses geomorfologi, mana yang bersifat konstruktif dan destruktif
jalaskan!
2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi proses pelapukan batuan di permukaan bumi ? Jelaskan mengapa
mengapa faktor-faktor tersebut itu berpengaruh! Dan faktor apa yang paling berpengaruh ? jelaskan jawaban
saudara.
3. Indonesi sebagai daerah tropis basah, proses geomorfik apa yang dominan terjadi ? Jelaskan jawaban anda
mengapa demikian?
4. Jelaskan bilamana terjadi erosi vertikal, lateral, mundur, lembar, dan erosi parit. Bentuklahan apa yang
dihasilkan oleh masing-masing erosi tersebut, jelaskan pula secara singkat !
6. Jelaskan apa yang dimaksud dengan tanah nedat (slumping), longsornya bahan rombakan (debris slide),
jatuhnya bahan rombakan (debris fall), longsornya massa batuan berbongkah (rock slide), jatuhnya massa
batuan berbongkah (rock fall). Bila perlu jelaskan dengan gambar.
Daftar Pustaka
Lobeck, AK. (1939), Geomorphology, An Introduction to the study of Lanscape, New York and London: Mc Graw-
Hill Book Company. Inc.
Alan H Strahler & Arthur N Strahler, 1992, Modern Physical Geography, New York- Chechester-Birsbane-
Toronto-Singapore: John Wiley & Sons. Inc.
Allan Ludman & Nicholas K Coch, 1982, Physical Geology, New York: McGraw-Hill.Inc.
Arsyad. Sitanal, (1989). Konservasi Tanah dan Air, Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Sudarja Adiwikarta dan Akub Tisnasomantri, (1977), Geomorfologi Jilid I, Bandung: Jurusan Pend. Geografi IKIP
Bandung.
Suprapto Dibyosaputro, Drs. M.Sc., (1997), Geomorfologi Dasar, Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM.
Nagle dan Spencer, 1997, Edvanced Geography, New York: Oxford University Press.

Tidak ada komentar: